Kamis, 10 April 2014

Sita Jaminan

Oleh : Ni Ageng Djohar

Setiap Penggugat sangat menghendaki gugatanya dikabulkan. Oleh karena itu dia berkepentingan pula seandainya gugatannya dikabulkan maka dapat dijamin putusan dapat dilaksanakan. Untuk menjamin hak penggugat dalam hal gugatannya dimenangkan , maka undang-undang menyediakan upaya hukum yaitu penyitaan (beslag) yang merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan sebagai jaminan (sita jaminan) dapat dilakukan baik terhadap barang milik penggugat sendiri yang terdapat ditangan tergugat ataupun terhadap barang milik tergugat. Dalam HIR mengenai sita jaminan ini diatur dalam pasal 197, 226 dan 227.

1.      Sita Revindikatoir
Pasal 226 HIR mengatur tentang Sita Revindikatoir.  Dalam ketentuan pasal 226 HIR tersebut dapat diketahui , bahwa dapat diletakkan revindikatoir itu adalah :
ü  Harus berupa barang bergerak;
ü  Barang bergerak tersebut adalah merupakan barang milik penggugat yang berada di tangan tergugat;
ü  Permintaanya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri;
ü  Permintaan mana dapat diajukan secara lisan atau tertulis;
ü  Barang tersebut harus diterangkan dengan seksama dan terperinci;
ü  Untuk mengajukan sita revindikatoir tidak perlu adanya dugaan yang beralasan, dan pihak pemegang barang tidak perlu didengar keterangannya.
Perkataan revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer, yang artinya mendapatkan. Kata revindicatoir beslag mengandung arti penyitaan untuk mendapatkan hak kembali.
Barang bergerak yang disita harus dibiarkan tetap berada pada pihak tersita untuk disimpan. Sebagai akibat hukum dari sita revindikatoir itu bahwa pemohon/penyita tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya tersita dilarang mengasingkannya.
Sita revibdikatoir ini diajukan kepada KPN lalu, oleh KPN diajukan kepada Hakim/ Majelis Hakim, lalu hakim tersebut pula yang memerintahkan penyitaan dengan surat penetapan.
Sita  Revindikatoir ini juga sita yang digunakan pada barang yang dibebankan jaminan fidusia.

2.      Sita Conservatoir
Pasal 227 HIR mengatur tentang Sita Conservatoir.  Inti sari ketentuan dalam pasl 227 HIR tersebut menganai Sita Conservatoir, yaitu :
ü   Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barang, maka diperlukan keterangan dari  pihak pemegang.
ü   Barang yang disita itu merupakan barang kepunyaan tersita / tergugat, artinya bukan milik penggugat.
ü   Permohonan diajukan kepada KPN yang memeriksa perkara yang bersangkutan;
ü   Permohonan harus diajukan secara tertulis.
ü   Sita consevatoir dapat dilakukan atau diletakan baik terhadap orang yang bergerak dan yang tidak bergerak.
Kata Conservatoir berasal dari kata conserveen yang artinya menyimpan. Makna kata conservatoir beslag , ialah untuk menyimpan hak seseorang , ialah untuk menjaga agar penggugat tidak dirugikan oelh perbuatan seorang tergugat. Yang disita secara conservatoir meliputi :
a.                        Barang bergerak milik Tergugat/ debitur;
b.                        Barang tetap milik Tergugat/ debitur;
c.                        Barang bergerak milik Tergugat yang ada di tangan orang lain, seperti cek, wesel, deposito.
Sehubungan dengan ketentuan pasal 227 (1) HIR , Mahkamah Agung dalam salah satu putusannya menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan bukan atas alasan –alasan yang disyaratkan dalam pasal 227 ayat 1 HIR tidak dibenarkan(lihat putusan MA tertanggal 8 Mei 1984 No. 597 K/Sip/1983, termuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1984-I, halaman 165).
Menurut ketentuan yang termuat dalam pasal 227(1)  HIR, perihal sita conservatoir dapat dimohonkan oleh penggugat “sebelum dijatuhkan putusan” atau “sudah ada putusan , akan tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan”. Dalam praktek permohonan akan sita jaminan dilakukan dalam surat gugat, dan dalam petitum dimohonkan pernyataan sah dan berharga atau sita jaminan tersebut dengan lain  perkataan permohonan tersebut diajukan “sebelum dijatuhkan putusan”.
Pasal 227 (1) HIR memberi kemungkinan juga bahwa sita jaminan dapat dimohonkan “sesudah ada putusan , akan tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan” misal dalam hal telah dijatuhkan putusan verstek, terhadap putusan mana pihak tergugat telah mengajukan perlawanan atau dalam hal terlah dijatuhkan putusan contracditoir sedangkan yang bersangkutan mengajukan permohonan banding. Apabila putusan tersebut sedang dijalankan maka harus dikeluarkan sita eksekutorial.
Di atas telah nyata, bahwa sita jaminan dapat dimohonkan “setelah ada putusan”. Timbul pertanyaan kepada siapa permohonan sita jaminan tersebut harus diajukan ? Kepada Ketua Pengadilan Negeri (KPN) atau kepada Ketua Pengadilan Tinggi ? Selain itu bagaimana cara mengajukannya , dengan surat permohonan biasa atau dengan surat perkara permohonan ?
Perihal masalah tersebut ada beberapa pendapat dari para hakim. Ada dianatara hakim yang berpendapat bahwa apa yang diatur pada titel 9 bagian keenam, pasal 225,226,227 dan 228 HIR dan mengemukakan bahwa persoalan tersebuat termasuk “perkara istimewa” karena itu pula diatur dalam bagian. “Tentang beberapa hal mengadili perkara yang istimewa” dan oleh karena disebut “perkara” , maka harus diajukan dengan suatu perkara permohonan kepada Pengadilan Negeri. Oleh karena, permohonan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri , maka apabila perkara pokoknya iasalah misalnya gugat yang menyangkut hutang-piutang tersebut, sedang dalam taraf banding, perkara pokok dan perkara baru yang menyangkut sita, terpisah sama sekali. Terdapat pendapat lain dari para hakim. Dalam praktek permohonan sita jaminan selalu diajukan bersama-sama dengan gugat dimuat dalam surat gugat. Namun apabila setelah pemeriksaan perkara dimulai, misalnya setelah dua atau tiga kali sidangdirasakan perlu / urgensi untuk permohonan sita jaminan, permohonan tersebut diajukan dengan surat biasa yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, dari Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa perkara tersebut dan Ketua Pengadilan Negeri akan melanjutkan surat tersebut kepada Hakim atau Majelis Hakim yang sedang memeriksa perkara tersebut. Permohonan juga dapat diajukan secara lisan di persidangan. Apabila perkara ada dalam tahap Banding, permohonan sita jaminan diajukan dengan surat kepada KPN yang meneruskan surat tersebut kepada Hakim Tinggi atau Majelis Pengadilan Tinggi yang tengah memeriksa perkara tersebut. Ketika persitaan tersebut dianggap urgent, maka Pengadilan Tinggi dengan penetapan memerintahkan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk melakukan sita tersebut.
Persamaan dari kedua macam sita tersebut, antara lain :
a.              Untuk menjamin gugatan apabila dikemudian hari ternyata dikabulkan;
b.             Dapat dinyatakan sah dan berharga apabila dilakukan menurut cara yang ditentukan undang-undang dan dalam hal gugat dikabulkan;
c.              Dalam hal gugat ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, maka baik sita conservatoir maupin sita revindicatoir akan diperintahkan untuk diangkat.
Pasal 227 (4) HIR menyatakan : “Jika gugatan itu diterima maka penyitaan itu disahkan, kalau ditolak, maka diperintahkan supaya penyitaan dicabut”.  Dan pada pasal 227 (5) HIR menentukan bahwa sita jaminan selalu dapat dimohonkan agar diangkat kembali apabila ada jaminan atau tanggungan lain yang cukup.
Syah tidaknya suatu penyitaan, harus memenihu ketentuan dalam pasal 198 HIR atau 213 Rbg yang berisi:
1.        Sita harus didaftar, dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun.
2.        Petugas pelaksana Sita meminta Kepala Desa mengumumkan penyitaan agar diketahui oleh umum.
Asas larangan sita rangkap itu adalah saise sur saise ne vaut , yaitu dimana barang yang sudah disita oleh penggugat pertama tidak dapat disita oleh penggugat kedua, karena penggugat kedua dapat menyita barang tergugat yang lainya yang belim disita (sisanya) sesuai ketentuan Pasal 202 HIR.


3.      Sita Maritaal
Sita Maritaal (diatur dalam pasal 823a Rv)  yaitu penyitaan untuk menjamun agar barang yang disita tidak dijual. Jadi fungsinya untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian berlangsung, dengan menyimpan atau membukukan barang tersebuta agar jangan sampai berpindah tangan pada pihak ketiga (pihak lain). Barang dalam sita ini meliputi barang bergerak ataupun barang tidak bergerak.
Sita maritaal dapat dimohonkan oleh seorang isteri (yang tunduk pada BW) kepada suaminya dalam hal sengketa perceraian, terhadpa barang-barang yang merupakan kesatuan harta kekayaan (harta bersama/gonogini), sesuai ketentuan pasal 1990 BW. Yang dapat mengajukan adalah isteri karena isteri dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum maka untuk melindungi isteri dari kekuasaan maritaal suaminya diadakan sita maritaal. Sita ini hanya bersifat menyimpan, maka tidak perlu dinyatakan sah dan berharga apabila dikabulkan.

4.      Pandbeslag

Pandbeslag (diatur dalam pasal 751 Rv) adalah semavam sita jaminan, yang dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah , agar diletakkan suatu sistem terhadap perabotan rumah tangga pihak penyewa/ tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar. Dalam hukum acara perdata kita mengenal hal tersebut dilakukan sita conservatoir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar