Oleh : Ni Ageng Djohar
Setiap Penggugat sangat menghendaki gugatanya dikabulkan. Oleh karena itu dia berkepentingan pula seandainya gugatannya dikabulkan maka dapat dijamin putusan dapat dilaksanakan. Untuk menjamin hak penggugat dalam hal gugatannya dimenangkan , maka undang-undang menyediakan upaya hukum yaitu penyitaan (beslag) yang merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan sebagai jaminan (sita jaminan) dapat dilakukan baik terhadap barang milik penggugat sendiri yang terdapat ditangan tergugat ataupun terhadap barang milik tergugat. Dalam HIR mengenai sita jaminan ini diatur dalam pasal 197, 226 dan 227.
1. Sita
Revindikatoir
Pasal 226 HIR mengatur
tentang Sita Revindikatoir. Dalam ketentuan pasal 226 HIR tersebut dapat
diketahui , bahwa dapat diletakkan revindikatoir itu adalah :
ü Harus
berupa barang bergerak;
ü Barang
bergerak tersebut adalah merupakan barang milik penggugat yang berada di tangan
tergugat;
ü Permintaanya
harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri;
ü Permintaan
mana dapat diajukan secara lisan atau tertulis;
ü Barang
tersebut harus diterangkan dengan seksama dan terperinci;
ü Untuk
mengajukan sita revindikatoir tidak perlu adanya dugaan yang beralasan, dan
pihak pemegang barang tidak perlu didengar keterangannya.
Perkataan
revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer, yang artinya mendapatkan.
Kata revindicatoir beslag mengandung arti penyitaan untuk mendapatkan hak
kembali.
Barang
bergerak yang disita harus dibiarkan tetap berada pada pihak tersita untuk
disimpan. Sebagai akibat hukum dari sita revindikatoir itu bahwa
pemohon/penyita tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya
tersita dilarang mengasingkannya.
Sita
revibdikatoir ini diajukan kepada KPN lalu, oleh KPN diajukan kepada Hakim/
Majelis Hakim, lalu hakim tersebut pula yang memerintahkan penyitaan dengan
surat penetapan.
Sita Revindikatoir ini juga sita yang digunakan
pada barang yang dibebankan jaminan fidusia.
2. Sita
Conservatoir
Pasal 227 HIR mengatur
tentang Sita Conservatoir. Inti sari ketentuan dalam pasl 227 HIR
tersebut menganai Sita Conservatoir, yaitu :
ü Harus
ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau
dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barang, maka
diperlukan keterangan dari pihak
pemegang.
ü Barang
yang disita itu merupakan barang kepunyaan tersita / tergugat, artinya bukan
milik penggugat.
ü Permohonan
diajukan kepada KPN yang memeriksa perkara yang bersangkutan;
ü Permohonan
harus diajukan secara tertulis.
ü Sita
consevatoir dapat dilakukan atau diletakan baik terhadap orang yang bergerak
dan yang tidak bergerak.
Kata
Conservatoir berasal dari kata conserveen yang artinya menyimpan. Makna kata
conservatoir beslag , ialah untuk menyimpan hak seseorang , ialah untuk menjaga
agar penggugat tidak dirugikan oelh perbuatan seorang tergugat. Yang disita secara
conservatoir meliputi :
a.
Barang bergerak milik Tergugat/ debitur;
b.
Barang tetap milik Tergugat/ debitur;
c.
Barang bergerak milik Tergugat yang ada
di tangan orang lain, seperti cek, wesel, deposito.
Sehubungan
dengan ketentuan pasal 227 (1) HIR , Mahkamah Agung dalam salah satu putusannya
menyatakan bahwa conservatoir beslag yang diadakan bukan atas alasan –alasan
yang disyaratkan dalam pasal 227 ayat 1 HIR tidak dibenarkan(lihat putusan MA
tertanggal 8 Mei 1984 No. 597 K/Sip/1983, termuat dalam Yurisprudensi Indonesia
1984-I, halaman 165).
Menurut
ketentuan yang termuat dalam pasal 227(1)
HIR, perihal sita conservatoir dapat dimohonkan oleh penggugat “sebelum
dijatuhkan putusan” atau “sudah ada putusan , akan tetapi putusan tersebut
belum dapat dijalankan”. Dalam praktek permohonan akan sita jaminan dilakukan
dalam surat gugat, dan dalam petitum dimohonkan pernyataan sah dan berharga
atau sita jaminan tersebut dengan lain
perkataan permohonan tersebut diajukan “sebelum dijatuhkan putusan”.
Pasal
227 (1) HIR memberi kemungkinan juga bahwa sita jaminan dapat dimohonkan
“sesudah ada putusan , akan tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan”
misal dalam hal telah dijatuhkan putusan verstek, terhadap putusan mana pihak
tergugat telah mengajukan perlawanan atau dalam hal terlah dijatuhkan putusan
contracditoir sedangkan yang bersangkutan mengajukan permohonan banding.
Apabila putusan tersebut sedang dijalankan maka harus dikeluarkan sita
eksekutorial.
Di
atas telah nyata, bahwa sita jaminan dapat dimohonkan “setelah ada putusan”.
Timbul pertanyaan kepada siapa permohonan sita jaminan tersebut harus diajukan
? Kepada Ketua Pengadilan Negeri (KPN) atau kepada Ketua Pengadilan Tinggi ?
Selain itu bagaimana cara mengajukannya , dengan surat permohonan biasa atau
dengan surat perkara permohonan ?
Perihal
masalah tersebut ada beberapa pendapat dari para hakim. Ada dianatara hakim
yang berpendapat bahwa apa yang diatur pada titel 9 bagian keenam, pasal
225,226,227 dan 228 HIR dan mengemukakan bahwa persoalan tersebuat termasuk
“perkara istimewa” karena itu pula diatur dalam bagian. “Tentang beberapa hal mengadili
perkara yang istimewa” dan oleh karena disebut “perkara” , maka harus diajukan
dengan suatu perkara permohonan kepada Pengadilan Negeri. Oleh karena,
permohonan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri , maka apabila perkara
pokoknya iasalah misalnya gugat yang menyangkut hutang-piutang tersebut, sedang
dalam taraf banding, perkara pokok dan perkara baru yang menyangkut sita,
terpisah sama sekali. Terdapat pendapat lain dari para hakim. Dalam praktek
permohonan sita jaminan selalu diajukan bersama-sama dengan gugat dimuat dalam
surat gugat. Namun apabila setelah pemeriksaan perkara dimulai, misalnya
setelah dua atau tiga kali sidangdirasakan perlu / urgensi untuk permohonan
sita jaminan, permohonan tersebut diajukan dengan surat biasa yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, dari Pengadilan Negeri yang sedang memeriksa perkara
tersebut dan Ketua Pengadilan Negeri akan melanjutkan surat tersebut kepada
Hakim atau Majelis Hakim yang sedang memeriksa perkara tersebut. Permohonan
juga dapat diajukan secara lisan di persidangan. Apabila perkara ada dalam
tahap Banding, permohonan sita jaminan diajukan dengan surat kepada KPN yang
meneruskan surat tersebut kepada Hakim Tinggi atau Majelis Pengadilan Tinggi
yang tengah memeriksa perkara tersebut. Ketika persitaan tersebut dianggap
urgent, maka Pengadilan Tinggi dengan penetapan memerintahkan kepada Pengadilan
Negeri yang bersangkutan untuk melakukan sita tersebut.
Persamaan
dari kedua macam sita tersebut, antara lain :
a.
Untuk menjamin gugatan apabila dikemudian
hari ternyata dikabulkan;
b.
Dapat dinyatakan sah dan berharga
apabila dilakukan menurut cara yang ditentukan undang-undang dan dalam hal
gugat dikabulkan;
c.
Dalam hal gugat ditolak atau dinyatakan
tidak dapat diterima, maka baik sita conservatoir maupin sita revindicatoir
akan diperintahkan untuk diangkat.
Pasal
227 (4) HIR menyatakan : “Jika gugatan itu diterima maka penyitaan itu
disahkan, kalau ditolak, maka diperintahkan supaya penyitaan dicabut”. Dan pada pasal 227 (5) HIR menentukan bahwa
sita jaminan selalu dapat dimohonkan agar diangkat kembali apabila ada jaminan
atau tanggungan lain yang cukup.
Syah
tidaknya suatu penyitaan, harus memenihu ketentuan dalam pasal 198 HIR atau 213
Rbg yang berisi:
1.
Sita harus didaftar, dengan menyebut
jam, hari, bulan dan tahun.
2.
Petugas pelaksana Sita meminta Kepala
Desa mengumumkan penyitaan agar diketahui oleh umum.
Asas
larangan sita rangkap itu adalah saise
sur saise ne vaut , yaitu dimana barang yang sudah disita oleh penggugat
pertama tidak dapat disita oleh penggugat kedua, karena penggugat kedua dapat
menyita barang tergugat yang lainya yang belim disita (sisanya) sesuai
ketentuan Pasal 202 HIR.
3. Sita
Maritaal
Sita Maritaal (diatur
dalam pasal 823a Rv) yaitu penyitaan
untuk menjamun agar barang yang disita tidak dijual. Jadi fungsinya untuk
melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian berlangsung,
dengan menyimpan atau membukukan barang tersebuta agar jangan sampai berpindah
tangan pada pihak ketiga (pihak lain). Barang dalam sita ini meliputi barang
bergerak ataupun barang tidak bergerak.
Sita maritaal dapat
dimohonkan oleh seorang isteri (yang tunduk pada BW) kepada suaminya dalam hal
sengketa perceraian, terhadpa barang-barang yang merupakan kesatuan harta
kekayaan (harta bersama/gonogini), sesuai ketentuan pasal 1990 BW. Yang dapat
mengajukan adalah isteri karena isteri dianggap tidak cakap melakukan perbuatan
hukum maka untuk melindungi isteri dari kekuasaan maritaal suaminya diadakan
sita maritaal. Sita ini hanya bersifat menyimpan, maka tidak perlu dinyatakan
sah dan berharga apabila dikabulkan.
4. Pandbeslag
Pandbeslag (diatur
dalam pasal 751 Rv) adalah semavam sita jaminan, yang dimohonkan oleh orang
yang menyewakan rumah atau tanah , agar diletakkan suatu sistem terhadap
perabotan rumah tangga pihak penyewa/ tergugat guna menjamin pembayaran uang
sewa yang harus dibayar. Dalam hukum acara perdata kita mengenal hal tersebut
dilakukan sita conservatoir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar