Selasa, 08 April 2014

Sejarah Tata Hukum Indonesia

Oleh : Ni Ageng Djohar

Sejarah, pengertiannya menurut beberapa pendekatan etimologi seperti dari bahasa Latin Historis , lalu dalam bahasa Jerman Geschichte yang berasal dari kata geschehen yang berarti ‘sesuatu yang terjadi’. Dalam istilah lain dikenal dengan Historie menyatakan kumpulan fakta kehidupan dan perkembangan manusia.Tata Hukum, berasal dari bahasa Belanda “recht orde” ialah susunan hukum, artinya memeberi tempat yang sebenarnya kepada hukum, yaitu menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup.Oleh karena itu sejarah tata hukum Indonesia merupakan kumpulan fakta kehidupan dan perkembangan manusia berupa menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup.
Sejarah tata hukum Indonesia terdiri dari beberapa periode sejarah kehidupan Indonesia, antara lain:    1. Kolonialisme / Pra-Kemerdekaan
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Penjajahan Belanda dan Penjajahan Jepang.
a.       Periode Vereenigde Oost Indische Compagnie (1602-1799)
VOC ini didirikan oleh para pedagang orang Belanda pada tahun 1602 supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi. Tujuannya agar memperoleh keuntungan yang besar di pasar Eropa. VOC inipun oleh pemerintah Belanda diberi hak-hak istimewa (octrooi) seperti hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentu angkatan perang , mengadakan perdamaian, dll. Dengan hak ini VOC melakukan expansi penjajahan seperti penekanan dalam bidang perekonomian dengan memaksa aturan-aturan kepada pihak pribumi, contohnya di Maluku. Aturan-aturan yang dipaksakan merupakan hukum positif orang Belanda di “daeran perdagangan “. Hukum Positif yang berlaku diatas kapal dagang itu sama dengan (konkordan) hukum Belanda Kuno (Oud Nederlandsrecht) yang sebagian besar merupakan “hukum disiplin” (tuchrecht) .
Pada Tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberikan wewenang kepada Jendrak Pieter Both berupa membuat peraturan untuk menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan pegawai  VOC di daerah-daerah yang dikuasai.
Secara umum Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

b.       Periode Penjajahan Pemerintah Belanda (1800-1942)
Sejak tanggal 1 Januari 1800 derah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Bataafsche Republiek yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand. Raja Belanda juga mengangkat Daendels sebagai gubernur jendral. Ia ditugasi mempertahankan tanah jajahan dari serangan Inggris. Pada masa ini diterapkan kerja rodi bagi para pribumi, untuk beberapa proyek besar daendels, seperti jalan dari Anyer hingga Panarukan, Sumedang hingga Bandung, dan pembuatan pangkalan Angkatan Laut dengan benteng didaerah Banten. Juga beberapa program yang dicanangkan Daendels, seperti membagi Jawa menjadi 9 prefektur, pelaksanaan pertanian diperketat dengan pajak, namun dalam pelaksanaan hukum Daendels tidak mengganti aturan-aturan hukum yang berlaku pada pribumi dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum pemerintah. Pada tahun 1811 Daendels digantikan Jansens yang tidak lama memerintah, karena nusantara dikuasai oleh Inggris dengan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Beberapa program Raffles yakni pembebanan land-rente(pajak bumi) , dan mengutamakan sususan pengadilan (Division court’s, District Court,Resident’s Court, Court of Circuit.)
Pada tahun 1816 sebagai hasil Konversi London (1814) Inggris menyerahkan nusantar kembali pada Belanda, sejak saat itu sejarah perundang-undangan membagi tiga masa perundang –undangan yang berjalan sebagai berikut.
1.)    Masa Besluiten Regerings (1814-1855)
Berdasarkan Pasal 36 Nederlands Gronwet Tahun 1814, maka raja dalam monarki konstitusi ini langsung mengurus dan mengatur daerah jajahan.
2.)    Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Pada tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan. Perubahan berupa Grondwet sebagai akibat dari pertentangan de satten general, yang menghasilkan monarki konstitusional parlemen. Dalam masa ini juga dikenal undang-undang (wet) bernama Regerings Reglement (RR)
3.)    Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)
Di Masa ini terjadi perubahan RR disebabkan oleh perubahan grondwet Belanda pada tahun1922.
Komisi Undang-Undang bagi Hindia Belanda dalam kerjanya menghasilkan:
1.       Reglement of de Rechterlijk Organisatie / RO (Peraturan Organisasi Pengadilan).
2.       Algemene Bepalingen van Wetgeving / AB (Ketentuan Umum ttg Perundang-Undangan).
3.       BurgerlijkWetboek / BW (Kitab Undang-Undang HukumPerdata).
4.       Wetboek van Koophandel / WvK (Kitab UU Hukum Dagang).
5.       Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering / RV (Peraturan tentang Acara Perdata)
Kesemua Per-UU-an di atas diberlakukan di Hindia Belanda mulai th 1848.
Pasal 11 AB:
Memerintahkan hakim untuk menggunakan hukum perdata Eropa (BW) bagi golongan penduduk Eropa dan hukum perdata adat bagi golongan lain (bumiputera) dlm menyelesaikan perkara.

2. Masa Penjajahan jepang
Pada masa penjajahan Jepang, hukum tidak berubah. Peraturan Osamu Sirei (UU BalaTentara Jepang) No. 1 Tahun 1942 pasal 3:
Segala badan pemerintahan dan kekuasannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah bagi sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.” Selain itu pemerintah Jepang juga melakukan beberapa perubahan pada badan peradilan. Perubahan atas badan-badan peradilan tersebut antara lain :
-          Dihapuskannya dualisme dalam tata peradilan, sehingga badan-badan peradilan yang ada diperuntukan bagi semua golongan.
-          Berdasarkan kebijakan diatas, maka badan-badan peradilan yang ada tinggal meliputi :
1.       Hooggerechtshof sebagai pengadilan tertinggi, dengan nama yang diganti menjadi Saiko Hoin.
2.       Raad van Justite, yang berubah nama menjadi Koto Hoin.
3.       Landraad, yang berubah nama menjadi Tiho Hoin.
4.       Landgerecht, yang berubah nama menjadi Keizai Hoin.
5.       Regentschapsgerecht, yang berubah nama menjadi Ken Hoin.
6.       Districtsgerecht, yang berubah nama menjadi Gun Hoin.

3. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal

a. Periode Revolusi Fisik

Pembaruan di dalam bidang peradilan yang sangat dipengaruhi oleh pembaharuan Hukum , yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
1)      Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan;
2)      Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b. Periode Demokrasi Liberal

Undang Undang Dasar Serikat 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
4. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a. Periode Demokrasi Terpimpin

Beberapa cara pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
1)      Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
2)      Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman;
3)      Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965;
4)      Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b. Periode Orde Baru

Penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan merupakan awal perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan pada masa Orde Baru. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru membekukan pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan:

1)      Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif
2)      Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.



5. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Undang Undang Dasar Republik Indonesia telah mengalami empat kali amandemen semenjak pucuk eksekutif dipegang oleh Presiden Habiebie hingga sekarang. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia;
3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.


 Semoga Bermanfaat :)

Daftar Pustaka

Djamali, R. Abdoel. 1984. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.

Rachman, Aditya. Dipos: Maret 2011 . Sejarah Tata Hukum Indonesia. http://limabelasdekade.blogspot.com/2011/03/sejarah-tata-hukum-di-indonesia.html. Dikunjungi: Februari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar