Oleh : Ni Ageng Djohar
Pihak-pihak
yang ada dalam gugatan adalah penggugat yang mengajukan tuntutan hak yang
mengandung sengketa, orang yang diajukan tuntutan sengketa di sebut dengan
tergugat dan orang yang tidak menguasai sengketa tidak berkewajiban untuk
melakukan sesuatu namun demi lengkap gugatan harus diikutsertakan untuk tunduk
patuh dan taat terhadap putusan
Dalam
perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan
diputus oleh pengadilan. Dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang
“merasa” bahwa hak nya atau hak mereka telah di langgar disebut dengan. akan
tetapi orang yang dirasa melanggar haknya atau hak mereka itu tidak mau secara
sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu. Untuk penentuan siapa yang benar
dan berhak, diperlukan adanya suatu putusan hakim. Disini hakim benar-benar
berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak
tersebut yang mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak tersebut yang
benar dan siapa yang tidak benar.
Supaya gugatan jangan sampai diajukan secara keliru,
maka dalam cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar-benar oleh
penggugat. Terdapat 2 macam kewenangan pengadilan, antara lain:
a.
Wewenang
mutlak/absolute competentie yang menyangkut pembagian kekuasaan antar
badan-badan pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili, dan
dalam bahasa Belanda disebut attributie van rechtsmacht
b.
Wewenang
relative/relative competentie, mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Pasal 118
H.I.R. menyangkut kekuasaan relative yang dalam bahasa belanda disebut
distributie van rechtmact.
Menurut
pasal 118 H.I.R. gugat harus diajukan dengan surat permintaan yang di
tandatangani oleh pihak penggugat atau wakilnya. Surat permintaan dalam
prakteknya disebut gugat atau surat gugatan. Makadari itu orang yang buta huruf
dapat mengajukan gugatan dalam bentuk gugatan lisan kepada Ketua Pengadilan
negeri yang mengadili perkara tersebut, kemudian Ketua Pengadilan Negeri
tersebut akan membuat suarat gugatan yang di maksud oleh orang tersebut
berdasarkan ketentuan pasal 120 H.IR. dan selanjutnya surat tersebut di cap
jempol oleh pihak penggugat.
Dilihat
dari bentuk yurisprudensi surat gugat yang becap jempol harus di legalisasi
terlebih dahulu, jika cap jempol belum atau tidak di legalisasi, secara hukum
suarat tersebut tidak batal melainkan akan di kembalikan untuk di legalisasi.
Beberapa
unsur yang harus ada dalam surat gugatan yaitu:
a. ditandatangani
oleh penggugat atauu wakilnya. Maksud dari wakil yaitu seseorang yang di berikan
kuasa oleh penggugat melalui surat kuasa khusus, dan tanggal surat kuasa khusus
pun harus lebih dahulu dari tanggal surat gugat.
b. Harus
bertanggal, dan harus menyebut dengan jelas nama penggugat dan tergugat serta
tempat tinggalnya dan jika perlu disebutkan pula kedudukan penggugat dan
tergugat.
c. Di
tik, akan tetapi apabila yang bersangkutan tidak mempunyai mesin tik, dapat
juga ditulis tangan dan surat gugatan pun cukup hanya di kertas biasa. Tidak
perlu memakai materai.
Surat
gugat haruslah dibuat rangkap 3 untuk pengadilan negeri yang aslinya, arsip
penggugat dan untuk masing-masing tergugat. Setelah surat gugat dibuat maka
surat tersebut di serahkan kepada panitera pengadilan negeri yang dituju serta
urusan administrasi terlebih dahulu oleh panitera yang ditentukan pasal 121
ayat 4 H.I.R. yang harus dibayar penggugat ini tergantung daripada sifat dan
macam perkaranya.
Ada
pula perkara-perkara yang diperiksa secara prodeo. Yang dimaksud perkara prodeo
ada 2 macam jenis yaitu perkara yang dibiayai oleh negara melalui DIPA dan yang
tidak dibiayai. Pada intinya perkara prodeo hanya menghilangkan atau pembebasan
pihak berperkara dari biaya perkara tetapi berbeda dalam teknis yudisial dan
administrasinya.
Surat
gugatan harus dikemukakan dengan jelas (Fundamenteum Petendi atau posita).
Posita terdiri dari 2 gugatan yaitu alasan berdasarkan keadaan dan berdasarkan
hukum. Surat gugatan harus dilengkapi dengan petitum yaitu hal-hal yang
diinginkan atau diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan atau diperintahkan
oleh hakim, dan petitum ini harus lengkap dan jelas karena surat gugat ini
terpenting.
B. PERUBAHAN
DAN PENAMBAHAN GUGATAN
Penambahan
gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana pada pihak
hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan
kepentingannya.
Penambahan
dan/atau pembahanan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan
menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak
tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.
Dalam
hal kumulasi, diperkenankan apabila menguntungkan proses dari gugatan tersebut,
ada hubungan tuntutan, memudahkan pemeriksaan dan dapat mencegah putusan saling
bertentangan
Kumulasi
Subjektif : Penggabungan beberapa penggugat atau tergugat dalam satu gugatan
Kumuluasi
Objektif : Penggabungan beberapa tuntutan terhadap beberapa peristiwa hukum
dalam satu gugatan
Kumulasi
objektif tidak diperkenankan dalam hal :
Ø Penggabungan
antar tuntutan yang diperiksa dengan cara khusus dan dengan yang diperiksa
acara biasa
Ø Penggabungan
antar tuntutan yang menyangkut dalam kewenangan yang berbeda satu dengan yang
lain
Ø Penggabungan
tentang bezit dan eigendom bersama-sama dalam satu gugatan (103Rv)
1.
Dalam kumulasi objektif tidak
disyaratkan bahwa tuntutan-tuntutan harus ada hubungan yang erat satu dengan
yang lain sedangkan kumulasi sukjektif disyaratkan adanya konektifitas atau
hubungan
2.
Dalam hal ini terdapat bebarapa perkara
yang mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain ketua pengadilan atas
permohonan pihak berperkara berwenang menggabungkan beberapa perkara untuk
disidangkan oleh hakim yang sama apabila menguntungkan proses, memudahkan
pemeriksaan dan mencegah putusan saling bertentangan.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata.1995. Hukum
Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar